Bali// TSN – Perhelatan _7th Asia Pacific Summit of Mayors_telah sukses dilaksanakan dengan melibatkan 12 Negara serta 81 Kota di kawasan Asia Pasifik. _7th Asia Pacific Summit of Mayors_dilaksanakan oleh _Asia Pacific Cities Alliance for Health and Development (APCAT)_ dengan melibatkan Kepala Daerah, Anggota Parlemen, Kementerian, serta Lembaga Advokasi Tembakau internasional serta didukung oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Pemerintah Kota Denpasar; Pemerintah Kabupaten Klungkung, The International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union), tht Association of All Health Offices Indonesia (ADINKES), APCAT Media, APCAT Paliamentarians, Universitas Udayana, dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI).
_7th Asia Pacific Summit of Mayors_ mengusung tema _”together we bring health solutions”_ dalam pengendalian tembakau sebagai tantangan sekaligus peluang. Tema ini merupakan representasi dari kondisi empiris perokok pasif serta perokok anak yang masih memprihatinkan, khususnya Indonesia. Prevalensi perokok di Indonesia tidak berubah secara signifikan, yaitu tahun 2011 sekitar 36,1% dan turun sedikit menjadi 34,5% tahun 2021, dengan jumlah perokok aktif yang cenderung meningkat sebesar 8 juta orang hingga tahun 2022 serta perokok anak usia 10-18 tahun juga terus meningkat dari 7,2% di 2013 menjadi 9,1% di 2018. Selain itu, tembakau membunuh 290.000 orang setiap tahunnya di Indonesia dan merupakan penyebab kematian terbesar akibat Penyakit Tidak Menular (PTM), perkiraan ini menurut Institute for Health & Metrics Evaluation/IHME, 2019).
Sebagai poros penyelenggaraan pemerintahan, Kementerian Dalam Negeri memiliki peran aktif dalam upaya pengendalian tembakau, khususnya dalam mendukung upaya Pemerintah dalam menurunkan angka perokok di Indonesia. Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Teguh Setyabudi, menyebutkan bahwa peran strategis Kemendagri sebagai Koordinator Pembinaan dan Pengawasan Umum penyelenggaraan pemerintahan daerah akan mendorong pencapaian target RPJMN 2020-2024 dalam penurunan perokok aktif dan perokok anak di Indonesia melalui penerbitan regulasi maupun dukungan kebijakan.
“Terdapat beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan Kemendagri untuk mendukung pengendalian tembakau melalui instrumen Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di 7 tempat _domain public_ sesuai amanat Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dua kebijakan terkini adalah Permendagri No. 81 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2023 dan Surat Edaran Kemendagri No. 906/2114 terkait nomenklatur perencanaan dan keuangan di daerah. Kemendagri juga telah menambahkan lima nomenklatur baru, salah satunya adalah untuk Pengelolaan Kawasan Tanpa Rokok pada perangkat daerah pada urusan kesehatan. Dinas yang berwenang untuk urusan Ketentraman dan Ketertiban Umum terdapat tiga nomenklatur yang dapat digunakan yaitu Sosialisasi Penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur, Pengawasan atas Kepatuhan terhadap Pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur dan Penanganan atas Pelanggaran Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur. Kemendagri pada posisi mendukung daerah untuk menertibkan Tobacco Advertising dan Promotion melalui pengaturan daerah berdasarkan Peraturan Daerah pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota” ujar Teguh.
Selain itu, menurunnya kualitas kesehatan masyarakat akibat rokok juga berimplikasi pada defisit anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Hal ini menjadi konsentrasi strategis dimana imbas dari masih tingginya angka perokok aktif dan perokok anak akan semakin membebani kondusifitas fiskal negara maupun daerah.
“Selain kematian juga ada tangkat kesakitan, dimana rokok memberikan kesakitan terutama pada Penyakit Tidak Menular yang klaim perawatan nya ke BPJS Kesehatan sangat besar, berkontribusi pada katastropik diseases yang berbiaya mahal, yang sebelumnya mengakibatkan defisit JKN”, kata Teguh.
Teguh juga menyampaikan beberapa rekomendasi yang nantinya perlu ditindaklanjuti oleh seluruh pemangku kepentingan, khususnya bagi negara se Asia Pasifik, dalam pengendalian tembakau. Pertama, meningkatan intensitas koordinasi antar pemangku kepentingan terkait pengendalian, pengawasan, dan penegakan hukum terhadap produk tembakau. Kedua, perlunya upaya dalam pembudayaan perilaku hidup sehat melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Ketiga, perlu dilakukan peningkatan fungsi pengawasan pengendalian konsumsi produk tembakau, melalui revitalisasi fungsi dan peran masing-masing K/L, menguatkan BPOM dalam pengawasan rokok elektronik, dan memperluas fungsi pengawasan pemerintah daerah dalam penegakan KTR. Keempat, Memperkuat keterlibatan lintas sektor lintas program pusat dan daerah dalam penerapan kebijakan KTR di daerah. Kelima, komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan kebijakan KTR, baik dalam implementasi kebijakan maupun alokasi anggaran di dalam struktur APBD di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.(red).